By Anniltal Manzilah
Filsafat adalah suatu bentuk interaksi. Jadi,
berfilsafat artinya terjadi interaksi atau transformasi antara yang makro dan
yang mikro. Apa yang disebut makro di sini adalah hal secara keseluruhan atau
universal, sedangkan mikronya adalah diri kita sendiri.
Dalam filsafat, ada yang disebut dengan mitos.
Orang-orang Yunani pada jaman dahulu selalu berusaha membongkar mitos, seperti
yang dilakukan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. Lalu, apakah sebenarnya mitos itu?
Mitos adalah apa yang kita lakukan , namun kita tidak
mengetahui maknanya. Artinya, kita melakukan suatu hal, namun tidak mengetahui
makna dari yang kita lakukan. Kita hanya mengikuti dan meniru tanpa mengetahui
maknanya. Ibadah pun, dapat menjadi sebuah mits, manakala kita beribadah namun
tidak mengetahui makna dari ibadah yang kita lakukan.
Kadangkala, mitos berkembang cepat dan menjadi sangat
kuat di masyarakat. Seperti keberadaan ratu pantai selatan contohnya. Sampai
saat ini masih belum jelas apakah keberadaan ratu pantai selatan itu benar ada
ataukah hanya sebuah mitos. Orang percaya bahwa saat kita pergi ke pantai
selatan, kita tidak boleh memakai baju dengan warna hijau, karena itu adalah
warna yang disukai sang ratu pantai selatan. Andaikata itu adalah sebuah mitos,
maka jelaslah bahwa itu adalah mitos yang sudah sangat kuat, karena masyarakat
sampai terpengaruh dan menjalankan aturan tidak boleh memakai baju hijau.
Ada pula yang menganggap bahwa hantu juga merupakan
sebuah mitos yang dimunculkan agar anak-anak tidak berkeliaran pada malam hari
dan untuk mengajarkan sikap sopan santun pada anak ketika berada di makam.
Namun, berdasarkan pengalaman magis Prof. Dr. Marsigit, M.A, beliau telah
bertemu dengan makhluk gaib dan membuktikan bahwa mereka benar-benar ada, bukan
hanya sebuah mitos.
Berdasarkan pengalaman Prof. Dr. Marsigit tentang
pertemuannya dengan makhluk-makhluk gaib, maka dapat disimpulkan bahwa
keberadaan makhluk gaib itu benar adanya, bukan hanya sebuah mitos.
Mitos juga merupakan sebuah metode yang digunakan
untuk membelajarkan anak-anak. Anak usia dini, bahkan sampai remaja, masih
belajar menggunakan mitos. untuk aak usia dini, metode mitos digunakan karena
memang pikiran mereka belum sampai pada tahap memahami definisi, sehingga
mereka hanya belajar dengan meniru dan menjalankan perintah, tanpa tahu
maknanya. Sedangkan pada remaja, metode mitos bisa jadi digunakan karena guru
yang mengajar tidak menguasai materi dan konsep yang diajarkan, sehingga siswa
hanya diminta untuk mendengarkan apa yang diucapkan dan menyalin apa yang
dituliskan guru di papan tulis, tanpa banyak bertanya. Hal ini sebenarnya
menyalahi aturan, karena cara ini dapat mematikan kreativitas dan kemampuan
berpikir siswa.
Mitos sangat erat kaitannya dengan intuisi. Bukan
hanya mitos, namun logos pun berkaitan juga dengan intuisi. Hampir 90% hidup
kita, kita melakukannya dengan intuisi, dan hanya sekitar 10% yang benar-benar
kita lakukan dengan berpikir. Kita tidak pernah tau ukuran atau standar
internasional untuk sifat besar dan kecil. Kapan kita mengatakan suatu benda
itu besar atau kecil, semua adalah dari intuisi, tidak berdasarkan definisi
karena tidak ada standar baku untuk suatu benda agar dapat dikategorikan besar.
Intuisi juga digunakan anak untuk belajar matematika.
Intuisi adalah interaksi. Manusia yang mengisolasi dirinya dari pergaulan
adalah manusia yang tidak punya intuisi. Jadi, intuiai adalah hal yang sangat
penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia, untuk dapat berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya. Intuisi dapat dipertajam dengan pembiasaan
diri berinteraksi dengan lingkungan dan bersikap sopan santun terhadap ruang
dan waktu.
No comments:
Post a Comment