By Anniltal Manzilah
Pada dasarnya,
hermeneutika berusaha memahami apa yang dikatakan dengan kembali pada motivasinya
atau kepada konteksnya, diperlukan konsep kuno yang bernama “kata batin” – inner word. Hermenetika,
yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics,
berasal dari kata Yunani hermeneutine
dan hermeneia yang masing – masing berarti
“menafsirkan dan “ penafsiran”. Istilah
did dapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneutica juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya.
Dalam
tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios),
seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan
menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes
bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia.
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu :
a. Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran
melalui kata-kata sebagai medium penyampaian.
b. Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar-
samar sehingga maknanya dapat dimengerti
c. Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa
lain.
Tiga pengertian tersebut terangkum
dalam pengertian ”menafsirkan” – interpreting, understanding. Menurut Carl
Braathen hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau
satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna
di masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk
diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas
pemahaman.
Di samping ini adalah gambar tentang hermeneutika hidup
karya Prof. Dr. Marsigit, M. A. Hermeneutika hidup yang digambarkan dalam
gambar di samping ini terdiri dari dua aspek, yaitu teori dan praktik.
Digambarkan bahwa praktik terletak di bawah dan yang terletak di atas adalah
teori. Maksudnya adalah bahwa manusia hidup tidak langsung mengenal teori,
namun memulainya dari praktik. Anak umur 1 tahun tidak mungkin diajarkan
berjalan dengan menjelaskan tentang teori berjalan. Mereka belajar praktik,
dengan bantuan intuisi, bukan teori. Secara bertahap, sesuai dengan
perkembangan usia dan cara berpikir manusia, mereka akan mulai menyentuh ranah
teori. Semua itu berputar membentuk spiral yang tak pernah putus. Maksudnya,
kita memulai belajar dengan praktik dan intuisi, lalu saat mencapai puncak
pemahaman, kita menyentuh ranah teori. Namun saat bertemu dengan hal baru, maka
kita memulainya kembali dari ranah praktek dan intuisi. Begitu seterusnya
hingga akhir hidup manusia.
Begitu pula halnya dengan pembelajaran matematika. Hermeneutika pembelajaran
matematika digambarkan oleh Prof. Dr. Marsigit, M. A dalam gambar berikut.
Hampir sama halnya hermeneutika hidup, dalam pembelajaran
matematika, guru tidak mungkin memberikan pure mathematics pada siswa. Guru harus
mengubah pure mathematics ke dalam bentuk school mathematics terlebih dahulu
sebelum mengenalkannya pada siswa. School Mathematics itulah yang digambarkan
sebagai matematika horisontal, sedangkan pure mathematics itulah matematika
vertikal.
No comments:
Post a Comment