Refleksi
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika
(Pertemuan
ke-1)
By: Anniltal Manzilah (09301241028)
Sebelum
mempelajari tentang filsafat pendidikan matematika, kita perlu mengetahui
tentang filsafat. Filsafat adalah olah pikir yang refleksif, sehingga mata kuliah
filsafat pendidikan matematika juga dilaksanakan dengan metode refleksif, yaitu
mahasiswa diminta untuk membuat refleksi dari satiap pertemuan. Dalam
mempelajari filsafat, kita harus mengetahui adab-adab dalam berfilsafat. Seperi
halnya dalam beribadah, dalam berfilsafat pun, kita harus mengikuti adab atau
tata caranya. Orang yang beribadah, harus melakukan adab-adab dan mematuhi tata
cara yang telah ditentukan. Contohnya ketika seorang muslim akan melakukan sholat,
maka adab atau tata caranya adalah harus berwudlu lebih dulu. Jika ibadah
dilakukan tanpa mematuhi adab dan tata caranya, maka ibadah yang dilakukan
tidak akan diterima atau hanya akan sia-sia. Begitu juga halnya dengan
berfilsafat. Orang yang berfilsafat tanpa mengetahui adab dan tata caranya,
maka berfilsafat yang dia lakukan hanya akan sia-sia.
Adab berfilsafat yang
pertama adalah bahwa setinggi-tingginya filsafat, tetap tidak boleh melebihi
spiritual. Filsafat harus selalu berada di bawah spiritual atau keyakinan.
Karena filsafat adalah olah pikir dan olah pikir letaknya di pikiran. Sedangkan
spiritual atau keyakinan letaknya adalah di hati. Sehingga setinggi-tinggi
filsafat, jangan sampai melebihi spiritual, karena bisa menyeret kita menjadi
orang yang sesat. Selain itu, untuk berfilsafat kita juga perlu memahami
tentang konsep ketuhanan, agar kita tidak tersesat. Sebelum berfilsafat pun,
kita perlu berdoa pada Tuhan, agar kita tidak tersesat dalam berfilsafat.
Sehingga, kita perlu mengenal Tuhan sebelum berfilsafat. Untuk mengenal Tuhan,
kita menggunakan hati, bukan pikiran. Sehingga kedudukan spiritual itu berada
di atas filsafat.
Kemudian, adab
berfilsafat yang kedua adalah bahwa filsafat itu hidup. Untuk bisa berfilsafat,
kita harus hidup sehat. Hidup sehat disini artinya hidup yang sesuai dengan
aturan yang berlaku, sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang baik, dan sejalan
dengan hati nurani. Orang yang hidup sehat diartikan sebagai orang yang
beradab. Sedangkan hidup yang tidak sehat contohnya seperti menghilang secara
tiba-tiba tanpa kabar, dating tiba-tiba tanpa pemberitahuan, melakukan sesuatu
dengan terpaksa, memaksa, dan lain sebagainya. Makna hidup yang tidak sehat
juga bisa dikaitkan dengan kondisi fisik, contohnya seperti sakit atau cacat.
Hakikat dari cacat ini adalah kurang atau tidak lengkap. Untuk berdoa dan
beribadah, maka kita memerlukan kondisi yang sehat. Selain itu, hidup yang
sehat juga memiliki makna hidup yang seimbang atau harmoni. Contohnya seimbang
antara pemasukan dan pengeluaran dalam hal keuangan. Orang yang pengeluarannya
lebih banyak dari pemasukan atau defisit bisa dikategorikan ke dalam hidup
tidak sehat. Selain keseimbangan dalam keuangan, contoh keseimbangan hidup yang
harus dipenuhi juga adalah seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Orang
yang hanya memikirkan kehidupan dunia tanpa menghiraukan akhirat dikatakan
tidak seimbang, karena kehidupan yang kekal adanya di akhirat, bukan di dunia.
Namun jika kita hanya memikirkan akhirat tanpa memedulikan dunia, maka hal
tersebut juga tidak seimbang, karena kita sebagai manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan biologis seperti makan, minum, dan lain sebagainya yang
merupakan urusan duniawi.
Filsafat adalah olah
pikir. Maka, dalam berpikir itu kita menggunakan referensi. Satu tingkat diatas
filsafat adalah spiritual atau keyakinan. Dalam berkeyakinan, kita menggunakan
kitab suci. Lalu, di bawah filsafat ada yang disebut ilmu-ilmu bidang.
Ilmu-ilmu bidang ini memiliki buku pintar sebagai pedomannya. Sedangkan di
tingkat paling bawah, ada yang kita sebut kegiatan. Dalam kegiatan-kegiatan
yang kita lakukan, semua selalu ada petunjuk teknisnya. Selain itu, dalam
berfilsafat, kita menggunakan metode yang disebut terjemah-menterjemahkan, atau
dalam hermeneutika. Dalam tatanan dewa-dewa Yunani, ada yang disebut Dewa
Hermen, yaitu Dewa yang dianggap sebagai pembawa bisikan Tuhan. Yang dimaksud
membawa bisikan Tuhan ini adalah bahwa Dewa Hermen menterjemahkan petunjuk dari
Tuhan agar dapat dimengerti dan dilaksanakan ileh umat manusia saat itu.
Selanjutnya, setelah
mengetahui dua adab berfilsafat di atas, kita juga perlu mengetahui alat untuk
berfilsafat. Alat yang digunakan dalam berfilsafat adalah bahasa analog. Karena
filsafat adalah olah pikir, maka jika kita menggunakan tulisan, olah pikir kita
akan sulit mencapai maksimal. Jadi, dalam berfilsafat, alat yang kita gunakan
adalah bahasa analog.
Obyek dalam berfilsafat
dibagi menjadi dua, yaitu hal yang ada dan hal yang mungkin ada. Hal yang ada
adalah segala sesuatu yang sudah ada di pikiran kita. Sedangkan hal-hal yang
mungkin ada adalah hal-hal yang belum ada di pikiran kita. Hal yang da bisa
kita teukan dalam pikiran kita. Sedangkan untuk hal yang mungkin ada, bisa
menjadi ada jika kita mau mencari dari berbagai referensi, baik buku maupun
internet atau bisa juga melalui narasumber.
Adab berfilsafat yang
terakhir adalah berpikiran jernih. Berpikiran jernih ini maknanya adalah bahwa
dalam berfilsafat, kita harus terbebas dari hal-hal yang membebani diri dan
pikiran kita. Untuk dapat berpikiran jernih, maka kondisi fisik juga perlu
diperhatikan. Jika fisik kita dalam keadaan sakit, maka kita tidak akan mampu
berpikir jernih. Contohnya jika kita digigit kutu kemudian menggaruk kepala
atau menahan sakit, maka konsentrasi kita dalam berpikir akan terganggu. Selain
itu, berpikiran jernih juga diartikan bahwa kita memerlukan konsentrasi penuh.
Jika perasaan kita tidak tenang, was-was, panik, dan lain sebagainya, maka kita
tidak akan mampu berpikir jernih, sehingga kegiatan berfilsafat juga akan sulit
dilakukan. Karena filsafat ini adalah olah pikir, maka kejernihan dan
konsentrasi dalam berpikir adalah tata cara yang harus dipenuhi dalam
berfilsafat. Selain itu, berpikiran jernih sangat penting dalam berfilsafat,
yaitu agar kita tidak tersesat. Karena jika kita tidak mampu berpikiran jernih,
berfilsafat ini bisa menjadi berbahaya.
Jangan sampai dengan berfilsafat, kita kemudian justru menyombongkan
diri dan mulai mengusik tentang kitab suci apalagi tentang konsep ketuhanan. Jadi,
adab-adab atau tata cara dalam berfilsafat ini harus dipenuhi agar kita dapat
berfilsafat dengan benar dan tidak tersesat. Kejernihan berpikir di sini juga
bisa diartikan kejernihan dalam memandang kedudukan filsafat.
Jadi, hakikat filsafat
adalah olah pikir dan obyek dari berfilsafat cenderung hal-hal atau benda-benda
yang sangat sederhana atau bahkan hal-hal sepele yang mungkin tidak pernah
terlintas di pikiran kita.
No comments:
Post a Comment