Sunday, October 7, 2012

Adab dan Tata Cara Berfilsafat

Refleksi Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika
(Pertemuan ke-1)
By: Anniltal Manzilah (09301241028)

Sebelum mempelajari tentang filsafat pendidikan matematika, kita perlu mengetahui tentang filsafat. Filsafat adalah olah pikir yang refleksif, sehingga mata kuliah filsafat pendidikan matematika juga dilaksanakan dengan metode refleksif, yaitu mahasiswa diminta untuk membuat refleksi dari satiap pertemuan. Dalam mempelajari filsafat, kita harus mengetahui adab-adab dalam berfilsafat. Seperi halnya dalam beribadah, dalam berfilsafat pun, kita harus mengikuti adab atau tata caranya. Orang yang beribadah, harus melakukan adab-adab dan mematuhi tata cara yang telah ditentukan. Contohnya ketika seorang muslim akan melakukan sholat, maka adab atau tata caranya adalah harus berwudlu lebih dulu. Jika ibadah dilakukan tanpa mematuhi adab dan tata caranya, maka ibadah yang dilakukan tidak akan diterima atau hanya akan sia-sia. Begitu juga halnya dengan berfilsafat. Orang yang berfilsafat tanpa mengetahui adab dan tata caranya, maka berfilsafat yang dia lakukan hanya akan sia-sia.
Adab berfilsafat yang pertama adalah bahwa setinggi-tingginya filsafat, tetap tidak boleh melebihi spiritual. Filsafat harus selalu berada di bawah spiritual atau keyakinan. Karena filsafat adalah olah pikir dan olah pikir letaknya di pikiran. Sedangkan spiritual atau keyakinan letaknya adalah di hati. Sehingga setinggi-tinggi filsafat, jangan sampai melebihi spiritual, karena bisa menyeret kita menjadi orang yang sesat. Selain itu, untuk berfilsafat kita juga perlu memahami tentang konsep ketuhanan, agar kita tidak tersesat. Sebelum berfilsafat pun, kita perlu berdoa pada Tuhan, agar kita tidak tersesat dalam berfilsafat. Sehingga, kita perlu mengenal Tuhan sebelum berfilsafat. Untuk mengenal Tuhan, kita menggunakan hati, bukan pikiran. Sehingga kedudukan spiritual itu berada di atas filsafat.
Kemudian, adab berfilsafat yang kedua adalah bahwa filsafat itu hidup. Untuk bisa berfilsafat, kita harus hidup sehat. Hidup sehat disini artinya hidup yang sesuai dengan aturan yang berlaku, sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang baik, dan sejalan dengan hati nurani. Orang yang hidup sehat diartikan sebagai orang yang beradab. Sedangkan hidup yang tidak sehat contohnya seperti menghilang secara tiba-tiba tanpa kabar, dating tiba-tiba tanpa pemberitahuan, melakukan sesuatu dengan terpaksa, memaksa, dan lain sebagainya. Makna hidup yang tidak sehat juga bisa dikaitkan dengan kondisi fisik, contohnya seperti sakit atau cacat. Hakikat dari cacat ini adalah kurang atau tidak lengkap. Untuk berdoa dan beribadah, maka kita memerlukan kondisi yang sehat. Selain itu, hidup yang sehat juga memiliki makna hidup yang seimbang atau harmoni. Contohnya seimbang antara pemasukan dan pengeluaran dalam hal keuangan. Orang yang pengeluarannya lebih banyak dari pemasukan atau defisit bisa dikategorikan ke dalam hidup tidak sehat. Selain keseimbangan dalam keuangan, contoh keseimbangan hidup yang harus dipenuhi juga adalah seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Orang yang hanya memikirkan kehidupan dunia tanpa menghiraukan akhirat dikatakan tidak seimbang, karena kehidupan yang kekal adanya di akhirat, bukan di dunia. Namun jika kita hanya memikirkan akhirat tanpa memedulikan dunia, maka hal tersebut juga tidak seimbang, karena kita sebagai manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan biologis seperti makan, minum, dan lain sebagainya yang merupakan urusan duniawi.
Filsafat adalah olah pikir. Maka, dalam berpikir itu kita menggunakan referensi. Satu tingkat diatas filsafat adalah spiritual atau keyakinan. Dalam berkeyakinan, kita menggunakan kitab suci. Lalu, di bawah filsafat ada yang disebut ilmu-ilmu bidang. Ilmu-ilmu bidang ini memiliki buku pintar sebagai pedomannya. Sedangkan di tingkat paling bawah, ada yang kita sebut kegiatan. Dalam kegiatan-kegiatan yang kita lakukan, semua selalu ada petunjuk teknisnya. Selain itu, dalam berfilsafat, kita menggunakan metode yang disebut terjemah-menterjemahkan, atau dalam hermeneutika. Dalam tatanan dewa-dewa Yunani, ada yang disebut Dewa Hermen, yaitu Dewa yang dianggap sebagai pembawa bisikan Tuhan. Yang dimaksud membawa bisikan Tuhan ini adalah bahwa Dewa Hermen menterjemahkan petunjuk dari Tuhan agar dapat dimengerti dan dilaksanakan ileh umat manusia saat itu.
Selanjutnya, setelah mengetahui dua adab berfilsafat di atas, kita juga perlu mengetahui alat untuk berfilsafat. Alat yang digunakan dalam berfilsafat adalah bahasa analog. Karena filsafat adalah olah pikir, maka jika kita menggunakan tulisan, olah pikir kita akan sulit mencapai maksimal. Jadi, dalam berfilsafat, alat yang kita gunakan adalah bahasa analog.
Obyek dalam berfilsafat dibagi menjadi dua, yaitu hal yang ada dan hal yang mungkin ada. Hal yang ada adalah segala sesuatu yang sudah ada di pikiran kita. Sedangkan hal-hal yang mungkin ada adalah hal-hal yang belum ada di pikiran kita. Hal yang da bisa kita teukan dalam pikiran kita. Sedangkan untuk hal yang mungkin ada, bisa menjadi ada jika kita mau mencari dari berbagai referensi, baik buku maupun internet atau bisa juga melalui narasumber.
Adab berfilsafat yang terakhir adalah berpikiran jernih. Berpikiran jernih ini maknanya adalah bahwa dalam berfilsafat, kita harus terbebas dari hal-hal yang membebani diri dan pikiran kita. Untuk dapat berpikiran jernih, maka kondisi fisik juga perlu diperhatikan. Jika fisik kita dalam keadaan sakit, maka kita tidak akan mampu berpikir jernih. Contohnya jika kita digigit kutu kemudian menggaruk kepala atau menahan sakit, maka konsentrasi kita dalam berpikir akan terganggu. Selain itu, berpikiran jernih juga diartikan bahwa kita memerlukan konsentrasi penuh. Jika perasaan kita tidak tenang, was-was, panik, dan lain sebagainya, maka kita tidak akan mampu berpikir jernih, sehingga kegiatan berfilsafat juga akan sulit dilakukan. Karena filsafat ini adalah olah pikir, maka kejernihan dan konsentrasi dalam berpikir adalah tata cara yang harus dipenuhi dalam berfilsafat. Selain itu, berpikiran jernih sangat penting dalam berfilsafat, yaitu agar kita tidak tersesat. Karena jika kita tidak mampu berpikiran jernih, berfilsafat ini bisa menjadi berbahaya.  Jangan sampai dengan berfilsafat, kita kemudian justru menyombongkan diri dan mulai mengusik tentang kitab suci apalagi tentang konsep ketuhanan. Jadi, adab-adab atau tata cara dalam berfilsafat ini harus dipenuhi agar kita dapat berfilsafat dengan benar dan tidak tersesat. Kejernihan berpikir di sini juga bisa diartikan kejernihan dalam memandang kedudukan filsafat.
Jadi, hakikat filsafat adalah olah pikir dan obyek dari berfilsafat cenderung hal-hal atau benda-benda yang sangat sederhana atau bahkan hal-hal sepele yang mungkin tidak pernah terlintas di pikiran kita.

No comments:

Post a Comment